Surf Psychology: How to Overcome the Inner Critic

Psikologi Selancar: Cara Mengatasi Kritik Batin

Kami ingin berbagi artikel yang luar biasa dan sangat edukatif ini, yang ditulis oleh rekan selancar kami, Lisa, berdasarkan pengalaman profesionalnya. Kekhawatiran dan ketakutan di air dialami oleh setiap peselancar pada suatu saat. Itulah sebabnya kami ingin berbagi lebih banyak tentang topik ini dan memberikan kejelasan, bahkan mungkin saran bagi mereka yang mungkin mengalami situasi seperti itu saat berada di laut. Perkenalkan penulisnya terlebih dahulu.

Lisa adalah seorang psikolog dan hipnoterapis dari Swedia. Ia pindah ke Bali pada tahun 2016 untuk menekuni selancar dan membangun bisnisnya sendiri. Lisa membangun dan kini mengelola sebuah bisnis retret dan hotel butik selancar yang berkembang pesat di Bali barat daya bernama Coconut Corner. Coconut Corner adalah ruang hijau dan alami yang indah, hanya 300 meter dari pantai. Coconut Corner adalah tempat yang sempurna untuk bersantai sejenak dari hiruk pikuk kehidupan modern dan fokus pada selancar serta pengembangan diri.

Jika Anda tertarik dengan karyanya di bidang psikologi selancar, ia menawarkan beragam layanan daring dan langsung melalui bisnisnya di Bali. Kunjungi situs web www.thesurfpsychologist.com/services untuk informasi lebih lanjut.

Baru-baru ini, ia meluncurkan program pelatihan psikologi selancar selama 4 minggu yang memadukan pelatihan dan terapi untuk membimbing sekelompok peselancar menembus hambatan mental yang menghambat mereka dalam berselancar dan kehidupan. Dengan menggabungkan pelatihan kelompok dan individu, Lisa membantu para peserta mengembangkan kepercayaan diri dan harga diri, mengembangkan pola pikir yang berorientasi pada pertumbuhan, dan mengubah tantangan batin mereka menjadi kekuatan pribadi. Melalui bimbingan khusus dari Lisa dan lingkungan kelompok yang aman dan suportif, para peserta dibekali dengan bekal untuk berkembang di dalam dan di luar air.  Baca lebih lanjut tentang programnya di sini www.thesurfpsychologist.com/coaching

Untuk tetap mendapatkan informasi terbaru tentang kegiatannya, Anda juga dapat mengikutinya di Instagram: @surfpsychologybylisa

Membangun Rasa Kasih Sayang dan Kepercayaan Diri dalam Lineup

Saya selalu keras pada diri sendiri—mengharapkan nilai tertinggi di setiap mata pelajaran, unggul dalam olahraga, berpengetahuan lebih dari orang lain, bekerja lebih keras, dan secara umum menjadi lebih baik. Menjadi "baik" saja tidak pernah cukup; saya harus hebat. Saya harus mengungguli semua orang. Dorongan tanpa henti ini mencapai puncaknya di pertengahan usia dua puluhan ketika tubuh saya mulai menunjukkan tanda-tanda stres dan kelelahan yang serius. Saya mengalami tekanan darah tinggi, berjuang melawan kelelahan ekstrem, dan menderita IBS (Infeksi Saluran Pencernaan) yang parah. Pola makan saya menjadi sangat terbatas sehingga menemukan makanan yang dapat saya toleransi menjadi tantangan sehari-hari.

Saya sudah berjuang melawan kesehatan mental setelah didiagnosis depresi sejak usia 19 tahun. Pada tahun 2012, saya tidur hampir sepanjang bulan Oktober—hanya bangun untuk makan dan bekerja. Menjelang November, saya terbangun dengan kecemasan. Sudah waktunya untuk menemui psikiater saya lagi.


Saat itu, saya sudah menjadi psikolog. Saya tahu apa yang mendorong saya: harga diri yang sangat rendah. Saya telah mengaitkan harga diri saya sebagai pribadi—hak saya untuk hidup, kalau boleh dibilang begitu—dengan kualitas kinerja saya. Saya terus-menerus bersaing dengan seluruh dunia, berjuang setiap hari untuk mendapatkan cinta dan penerimaan—dari diri saya sendiri, meskipun saya keliru percaya bahwa hal itu hanya bisa diberikan oleh orang lain. Saat itu, saya tidak menyadari hal ini sejelas sekarang.

Perjuangan tanpa akhir itu sungguh melelahkan. Yang perlu kulakukan adalah berhenti dan mengalihkan semua energi yang kucurahkan untuk "mencari" cinta untuk mencintai diri sendiri.


Jalan Menuju Penyembuhan

Meskipun menyadari bahwa saya kelelahan, membuat perubahan nyata adalah proses yang panjang. Saya membutuhkan bantuan dan dukungan—dua hal yang enggan saya terima. Yang terjadi selanjutnya adalah upaya bertahun-tahun untuk merangkul seluruh diri saya, melepaskan rasa malu dan kebencian pada diri sendiri, dan menggantinya dengan kasih sayang dan cinta.

Saya mulai berselancar beberapa tahun setelah kelelahan saya, dan saat saya masih menjalani perjalanan ini, pola lama saya yang terlalu kritis muncul kembali—kali ini di air. Pola ini lebih halus, jadi saya butuh waktu lebih lama untuk menyadarinya. Saya merasa marah atau kecewa setelah sesi berselancar yang buruk atau frustrasi ketika kondisinya tidak ideal. Akhirnya, berselancar mulai terasa berat, bukan lagi pelarian riang seperti dulu.

Butuh waktu untuk menyadari bahwa kritik batin saya kembali beraksi, memberi tahu saya bahwa saya harus memenuhi standar yang sewenang-wenang. Bagi saya, standar itu bukan tentang berselancar dengan baik atau berpenampilan tertentu—melainkan tentang menjadi "tangguh". Saya percaya saya harus menaklukkan setiap ombak, apa pun yang terjadi.

Menerima rasa takut dan kerentanan saya terasa mustahil karena saya telah menghabiskan seluruh hidup saya berpura-pura, saya bukan mereka. Jika saya ragu-ragu saat menghadapi ombak atau takut dengan kondisi yang menantang, saya akan menghakimi diri sendiri dengan keras. Saya menolak bagian-bagian diri saya yang takut itu, sama seperti yang telah saya lakukan sepanjang hidup saya. Memperdalam luka masa kecil karena merasa ada yang salah dengan diri sendiri. Tentu saja, saya mulai menghindari situasi yang memicu rasa sakit dan luka itu. Saya berhenti memaksakan batas-batas zona nyaman saya dan menghindari tempat atau kondisi tertentu. Hal ini hanya menciptakan lebih banyak frustrasi karena menghindari tantangan berarti saya tidak "tangguh"—sebuah lingkaran setan.

Harga diriku telah terikat pada seberapa tangguhnya aku di air, seolah setiap ombak yang kuhadapi dengan ragu mengikis nilai diriku sebagai pribadi. Kritik batin itu tak hanya memengaruhi kegiatan selancarku—tetapi juga membentuk caraku berhubungan dengan diriku sendiri.


Titik Balik: Belajar Menerima Diri Sendiri Sepenuhnya

Pada suatu titik, saya menyadari bahwa saya harus berubah. Berselancar—dan hidup—jauh lebih baik ketika kita tidak harus selalu menjadi "tangguh". Kuncinya bagi saya adalah bahwa ketangguhan itu sendirilah yang menghalangi saya untuk mencintai. Satu-satunya hal yang saya pikir akan saya dapatkan dengan menjadi tangguh.

Ketika akhirnya aku membiarkan diriku merangkul rasa takut dan kerentanan, rasa takut dan kerentanan itu mulai memudar. Lebih dari itu, rasa takut dan kerentanan itu memperkaya hidupku dengan cara yang tak pernah kubayangkan. Rasa takut dan kerentanan itu membuka pintu menuju cinta dan koneksi.

Transformasi ini tidak terjadi dalam semalam. Saya harus secara aktif mengubah pola pikir saya, dari keharusan menjadi tangguh menjadi sekadar menikmati pengalaman berselancar. Saya mulai merayakan kemenangan-kemenangan kecil: mengakui ketika saya merasa takut, menghargai kenyataan bahwa saya telah mencoba, dan menghargai keindahan berada di air dan alam. Merangkul permainan, alih-alih pertunjukan, kalau boleh dibilang begitu.

Salah satu pelajaran paling mendalam yang saya pelajari adalah bahwa harga diri saya—kemampuan saya untuk dicintai dan diterima—tidak bergantung pada seberapa tangguh saya. Memisahkan performa berselancar saya dari nilai saya sebagai pribadi sangatlah penting. Alih-alih mengukur harga diri saya berdasarkan seberapa berani saya, saya mulai menghargai pertumbuhan, usaha, dan ketangguhan saya. Saya masih ingin menantang diri sendiri, belajar berselancar di ombak yang lebih besar, lebih curam, dan lebih cepat. Namun, saya tidak lagi membenci diri sendiri di hari-hari ketika saya tidak melakukannya. Saya menyadari bahwa kekuatan sejati terletak pada merangkul semua sisi diri saya—yang tangguh, yang lembut, yang indah, dan yang penuh kekurangan.

Latihan Praktis untuk Membangun Harga Diri dan Kepercayaan Diri dalam Berselancar

Jika ada yang sesuai dengan Anda, berikut adalah tiga latihan yang telah membantu saya membangun hubungan yang lebih sehat dengan diri saya sendiri dan berselancar:

Ubah Pola Bicara Diri Sendiri Secara Positif ✨


Saat Anda terjerumus dalam lingkaran pikiran negatif, berhentilah sejenak dan ubahlah pola pikir Anda. Alih-alih berkata, "Saya payah dalam hal ini," cobalah, "Saya sedang belajar, dan setiap perubahan adalah kesempatan untuk berkembang." Bicaralah kepada diri sendiri seperti kepada teman—akui kesalahan tetapi fokuslah pada langkah positif ke depan.

Jurnal Rasa Syukur atas Kemenangan Berselancar ✍️


Setelah setiap sesi selancar, tuliskan tiga hal yang berjalan lancar atau yang Anda banggakan. Ini tidak harus berupa pencapaian besar. Bahkan hal-hal seperti "Saya tetap tenang", "Saya mencoba spot selancar baru", atau "Saya senang merasakan sinar matahari di wajah saya" pun terhitung. Latihan ini membantu mengalihkan fokus Anda ke hal-hal positif, mengingatkan Anda untuk menghargai pengalaman tersebut. Seperti kata pepatah, "Kekhawatiran sebanyak apa pun tidak akan mengubah masa depan, tetapi rasa syukur sebanyak apa pun akan mengubah masa kini."

Visualisasi untuk Welas Asih pada Diri Sendiri 🪞


Sebelum mendayung, luangkan waktu sejenak untuk membayangkan diri Anda berselancar dengan percaya diri dan penuh kebaikan. Bayangkan Anda menghadapi tantangan dengan anggun dan tetap tenang saat menghadapi kesalahan. Latihan mental ini dapat membantu Anda mengembangkan pola pikir welas asih dan mengatasi kesulitan dengan mudah.

Berselancar adalah perjalanan yang sangat personal dan indah. Ini bukan tentang membuktikan apa pun—ini tentang hadir, menikmati setiap momen, dan membiarkan lautan menjadi sumber kebahagiaan, alih-alih menghakimi. Saya harap refleksi dan latihan ini menginspirasi Anda untuk menjalani perjalanan berselancar Anda dengan lebih baik dan welas asih. Anda berharga dan tangguh, sebagaimana Anda.